Magelang Pos – Pada Rabu, 20 November 2024, Senat Amerika Serikat menolak tiga resolusi yang berusaha menghentikan penjualan senjata perang ke Israel sebagai tanggapan terhadap kekejaman yang terjadi di Jalur Gaza. Resolusi tersebut diajukan oleh Senator independen, Bernie Sanders, dan bertujuan untuk menghentikan transaksi senilai ratusan juta dolar AS yang mencakup peluru tank, peluru mortir, dan peralatan pemandu senjata berpemandu JDAM (Joint Direct Attack Munition).
Penolakan terhadap resolusi ini terjadi meskipun ada dukungan dari sejumlah anggota Senat, terutama dari kalangan Demokrat dan beberapa senator independen. Namun, semua resolusi tersebut gagal melewati tahap pemungutan suara di Senat dengan hasil 18-79, 17-57, dan 17-80. Hasil ini menjadi teguran besar bagi Presiden Joe Biden, mengingat sebagian besar pendukung resolusi berasal dari sesama anggota partai Demokrat yang khawatir dengan keterlibatan AS dalam konflik di Gaza.
Bernie Sanders dalam pidatonya di Senat menekankan bahwa kekejaman yang terjadi di Gaza tidak dapat dibiarkan, terlebih jika tindakan tersebut didukung oleh senjata dan dana pajak rakyat Amerika Serikat. Sanders mengungkapkan bahwa dalam satu tahun terakhir, AS telah memberikan bantuan militer senilai 18 miliar dolar AS kepada Israel, yang juga digunakan untuk serangan terhadap warga sipil di Gaza. Dia berargumen bahwa keterlibatan AS dalam kekejaman ini harus dihentikan, dan itulah inti dari resolusi yang diajukan.
Namun, sejumlah senator yang menentang resolusi tersebut berpendapat bahwa menghentikan penjualan senjata akan mengurangi akurasi senjata yang digunakan Israel untuk melawan teroris. Senator Republik Ted Budd berkomentar bahwa Sanders lebih memilih Israel menggunakan senjata yang kurang akurat, yang justru dapat meningkatkan risiko kerusakan lebih lanjut, terutama di wilayah yang dipenuhi dengan warga sipil yang dijadikan perisai manusia oleh Hamas.
Senator Sanders menanggapi pernyataan tersebut dengan menyebutkan bahwa JDAM, yang dianggap sebagai senjata berpemandu pintar, telah digunakan oleh Israel untuk menyerang fasilitas yang dihuni oleh pengungsi, termasuk sekolah-sekolah yang dikelola PBB. Serangan ini menyebabkan banyak warga sipil tak bersalah tewas, yang menurut Sanders membuktikan bahwa senjata berpemandu pintar pun tidak menjamin keselamatan warga sipil jika digunakan secara tidak tepat.
Di sisi lain, Scott Paul, direktur program perdamaian dan keamanan di Oxfam America, menyatakan kekecewaannya atas kegagalan resolusi tersebut. Meski demikian, ia melihat bahwa semakin banyak senator Demokrat dan masyarakat Amerika yang tidak ingin terlibat dalam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Israel di Gaza. Paul berharap bahwa meskipun pemungutan suara ini tidak menghasilkan perubahan yang cepat, hal itu menunjukkan komitmen masa depan Amerika Serikat untuk mendukung solusi yang lebih bermartabat bagi warga Palestina dan Israel.
Konflik yang berlangsung lebih dari satu tahun di Gaza telah mengakibatkan lebih dari 44.000 kematian, mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Pembatasan Israel terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan telah memperburuk situasi yang semakin kritis di Gaza. Keputusan Senat AS untuk menolak resolusi ini menunjukkan keteguhan dalam mendukung kebijakan luar negeri yang pro-Israel, meskipun ada kekhawatiran yang semakin berkembang terkait dampaknya terhadap warga sipil Palestina.
