Magelang Pos – Pada hari Sabtu, 17 November 2024, sebuah konvoi yang terdiri dari 109 truk bantuan makanan, yang berangkat menuju Gaza, mengalami insiden penjarahan yang sangat parah. Menurut pejabat dari Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), sekitar 98 truk dari konvoi tersebut hilang akibat tindakan penjarahan yang dilakukan setelah truk-truk tersebut memasuki wilayah Gaza. Insiden ini, yang disebut oleh Louise Wateridge, pejabat darurat senior UNRWA, sebagai salah satu yang terburuk, terjadi di tengah serangan udara oleh tentara Israel terhadap Gaza.
Konvoi yang membawa persediaan makanan tersebut sebelumnya diperintahkan oleh Israel untuk berangkat dengan cepat melalui rute dari perlintasan Karem Shalom. Wateridge menjelaskan bahwa selain kehilangan truk, beberapa korban luka juga dilaporkan akibat insiden ini. Penjarahan ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat genting di Gaza, yang tengah berada dalam kondisi darurat akibat blokade dan serangan militer.
Insiden ini mendapat kecaman keras dari Hamas, yang mengancam akan menghukum siapa pun yang tertangkap membantu dalam penjarahan tersebut dengan “tangan besi”. Namun, laporan dari surat kabar Israel, Haaretz, menyebutkan bahwa penjarahan ini terjadi dengan izin dari tentara Israel. Menurut laporan tersebut, pasukan Israel diketahui mengizinkan kelompok bersenjata dan kelompok putus asa untuk merampas bantuan kemanusiaan yang menuju Gaza. Tentara Israel disebutkan bahkan tidak mengintervensi saat para pengemudi truk meminta bantuan, meskipun mereka berada hanya beberapa ratus meter dari pasukan Israel.
Lebih lanjut, Haaretz melaporkan bahwa beberapa kelompok bantuan mengungkapkan bahwa mereka menolak untuk membayar uang perlindungan, sebuah praktik yang konon dilakukan oleh beberapa kelompok yang beroperasi di wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan banyak bantuan yang seharusnya sampai kepada warga Gaza berakhir di gudang-gudang yang dikuasai oleh tentara Israel.
Meskipun pihak Israel menyatakan bahwa mereka telah melakukan segala yang mereka bisa untuk memastikan pasokan bantuan sampai ke Gaza, kenyataannya situasi di lapangan semakin memburuk. Seorang pejabat dari PBB menyatakan bahwa akses ke Gaza telah mencapai titik terendah dan pengiriman bantuan ke wilayah utara Gaza yang terkepung hampir tidak mungkin dilakukan. Wilayah utara Gaza, seperti Jabalia, Beit Hanoun, dan Beit Lahia, telah menjadi sasaran serangan darat oleh tentara Israel, dan hampir tidak ada bantuan yang bisa masuk ke daerah tersebut selama lebih dari sebulan.
Para ahli yang memantau keamanan pangan di Gaza juga memperingatkan bahwa kelaparan mungkin sudah mulai terjadi atau akan segera terjadi, terutama di wilayah utara. Hal ini semakin diperparah dengan keputusan Israel yang melarang UNRWA untuk beroperasi di Gaza dan memutus hubungan dengan organisasi tersebut. Israel mengklaim bahwa UNRWA memiliki hubungan dengan Hamas, meskipun klaim ini dibantah oleh UNRWA. Organisasi ini memperingatkan bahwa penghentian kegiatan mereka di Gaza akan menghalangi upaya besar-besaran dalam distribusi bantuan yang sangat dibutuhkan.
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, mengatakan bahwa satu-satunya alternatif bagi UNRWA untuk melanjutkan kegiatannya di Gaza adalah dengan mengizinkan Israel untuk mengambil alih layanan di sana. UNRWA sendiri telah memberikan bantuan kepada hampir enam juta pengungsi Palestina di Gaza, Tepi Barat, Lebanon, Yordania, dan Suriah, dan penghentian operasinya di Gaza akan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah sangat parah.
