Magelang Pos – Sebuah video yang menghebohkan baru-baru ini beredar di media sosial, menampilkan sejumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Raja, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, diduga tengah menggelar pesta sabu sambil berjoget mengikuti musik remik. Video tersebut pertama kali diunggah oleh seorang petugas lapas bernama Robby Adriansyah, dan langsung viral di berbagai platform sosial media.
Dalam video yang berdurasi beberapa detik itu, tampak belasan narapidana pria sedang asyik berjoget, mengangkat tangan, dan menggoyangkan kepala mengikuti irama musik yang keras. Beberapa dari mereka terlihat santai memainkan ponsel, sementara yang lainnya tampak sedang menikmati sabu. Kejadian tersebut dikabarkan terjadi di ruang tahanan Lapas Tanjung Raja pada akhir Agustus 2024, meskipun video tersebut baru kembali viral belakangan ini.
Akibat dari penyebaran video tersebut, Robby Adriansyah yang merupakan petugas lapas, mendapat dampak langsung terhadap karirnya. Pihak Lembaga Pemasyarakatan segera memutasi Robby, menanggapi pengakuannya yang menyebutkan bahwa video tersebut mencerminkan kenyataan yang ada di dalam lapas. Robby, yang merasa dihukum secara tidak adil, kemudian muncul dalam sebuah video untuk meminta keadilan kepada Presiden Prabowo Subianto dan berjanji akan mengungkapkan kebenaran di balik video tersebut.
Dalam video yang diunggah melalui akun Instagram @lagi.viral pada Senin, 18 November 2024, Robby dengan penuh emosi menyampaikan penyesalannya terhadap sikap Kemenkum HAM Sumsel yang memojokkan dirinya. Ia menegaskan bahwa alih-alih membahas dirinya yang dianggap bermasalah, seharusnya pihak terkait menyelidiki mengapa video tersebut bisa terjadi, mengapa handphone bisa masuk ke dalam lapas, dan bagaimana narkoba bisa beredar di sana. Robby juga menegaskan bahwa dirinya tidak ingin memaafkan pernyataan pejabat Kemenkum HAM yang menyebut dirinya menyebarkan hoaks.
“Saya ingin menegakkan kebenaran. Kenapa yang dibahas saya yang bermasalah, bahaslah kenapa video itu bisa ada, handphone bisa ada, sabu bisa ada,” ujar Robby dalam video tersebut.
Robby juga mengekspresikan rasa kecewanya dengan air mata, berharap agar Presiden Prabowo Subianto mau mendengarkan permintaannya dan membantu mengungkapkan kebenaran terkait video tersebut. Ia mengajak masyarakat untuk mendukungnya dalam mengungkapkan fakta-fakta yang terjadi di dalam lapas Tanjung Raja. Robby mengakui bahwa pangkat dan kedudukannya tidak seberapa, namun ia merasa memiliki kekuatan untuk mengungkapkan ketidakberesan yang terjadi.
Namun, pernyataan Robby ini mendapat bantahan dari Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kemenkum HAM Sumsel, Mulyadi. Menurut Mulyadi, tidak ada pesta narkoba seperti yang diperkirakan dalam video tersebut. Video itu, menurutnya, sengaja direkam oleh Robby Adriansyah untuk meminta sejumlah uang dari para napi yang ada di lapas. Mulyadi menjelaskan bahwa Robby memutar musik remik, kemudian merekam para napi dengan dua ponsel, dan mengancam akan menyebarkan video tersebut jika napi tidak memberinya uang.
Mulyadi juga mengungkapkan bahwa Robby Adriansyah sudah pernah dua kali menjalani rehabilitasi karena terjerat narkoba. Sebelumnya, Robby diketahui pernah menjalani rehabilitasi di Lampung dan Bogor karena terlibat penggunaan narkoba sejak 2021. Meski telah berulang kali melanggar aturan, Robby tidak menunjukkan perubahan sikap. Hasil tes urine terbaru bahkan menunjukkan bahwa Robby positif menggunakan zat benzodiazepin (BZO), yang merupakan jenis obat penenang.
Pihak Kemenkum HAM Sumsel menegaskan bahwa Robby akan dipecat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) karena sudah sering melanggar aturan dan menyalahgunakan jabatannya. Kemenkum HAM juga menyadari adanya masalah pengawasan yang lemah di Lapas Tanjung Raja, sehingga beberapa narapidana dapat menyelundupkan ponsel dan menggunakannya untuk merekam video tersebut. Mulyadi menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas siapapun yang terlibat dalam insiden tersebut dan memperbaiki sistem pengawasan di dalam lapas.
Selain itu, Mulyadi juga mengakui bahwa meskipun ada pengawasan yang ketat, masih ditemukan kasus penggunaan ponsel oleh narapidana di lapas. Ia menegaskan bahwa pimpinan lapas atau rumah tahanan yang terbukti gagal mengendalikan peredaran ponsel di dalam lapas akan dipecat.
Kisruh ini pun semakin memanas, dengan Robby yang merasa dihadapkan pada ketidakadilan dan menuntut transparansi serta kebenaran atas video yang beredar, serta pihak Kemenkum HAM yang berusaha membenarkan posisi mereka dengan alasan pengancaman dan penyalahgunaan wewenang. Kasus ini menggambarkan kompleksitas pengawasan di lembaga pemasyarakatan, serta tantangan besar dalam menanggulangi peredaran narkoba dan barang terlarang lainnya di dalam penjara.
