
Magelang Pos – Sebuah kasus mencengangkan telah terjadi di Palembang, Sumatra Selatan, di mana seorang ayah dengan inisial AL (48 tahun) ditangkap polisi karena melakukan pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri, CM (17 tahun). Tindakan bejat ini telah berlangsung selama sembilan tahun lamanya, dimulai sejak korban duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar.
Kasus ini terungkap setelah korban memberanikan diri untuk merekam aksi perkosaan yang dilakukan oleh ayahnya sebagai bukti dan kemudian mengadukan kasus ini kepada ibunya. Ibu korban, yang terkejut mendengar pengakuan anaknya, langsung melapor kepada pihak kepolisian, dan ayah korban pun ditangkap tanpa perlawanan.
Perkosaan pertama terjadi di rumah mereka di Jakabaring, Palembang, pada tahun 2015. Saat itu, korban yang baru berusia sembilan tahun dicabuli oleh ayah kandungnya sendiri ketika rumah dalam keadaan sepi. Setelah melampiaskan nafsunya, sang ayah mengancam korban agar tidak mengadukan tindakannya kepada siapa pun dan berjanji akan menyiksa korban jika melanggar ancamannya. Akibat ancaman tersebut, korban menjadi ketakutan dan terpaksa menyimpan rahasia tersebut selama sembilan tahun lamanya.
Perkosaan terakhir terjadi pada tanggal 12 November 2024. Pada hari itu, korban menemani ibunya berbelanja di pasar, tetapi kemudian disuruh pulang sendiri oleh ayahnya dengan alasan ada keperluan lain. Begitu tiba di rumah, korban langsung mendapat perlakuan tak senonoh dari ayah kandungnya. Meskipun korban menolak dan melakukan perlawanan, usahanya gagal.
Pada saat itulah, tanpa terencana, korban berinisiatif mengambil ponsel dan merekam tindakan pencabulan yang dilakukan oleh ayahnya. Rekaman tersebut kemudian ditunjukkan kepada ibunya, dan tanpa pikir panjang, ibunya langsung melapor kepada pihak kepolisian.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihhartono, mengungkapkan bahwa dari hasil pemeriksaan, perkosaan tersebut telah terjadi selama sembilan tahun, sejak korban duduk di bangku Sekolah Dasar hingga berusia 17 tahun, dengan perkosaan terakhir terjadi sepekan sebelum penangkapan.
Tersangka, yang bekerja sebagai buruh harian, berdalih bahwa ia tidak mampu membendung nafsunya ketika melihat anaknya. Ia memanfaatkan situasi rumah yang sepi dan ancaman yang membuat korban takut untuk mengadu.
Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 81 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 01 tahun 2006 tentang perubahan kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan/atau Pasal 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana 15 tahun penjara.
Kasus ini merupakan contoh tragis dari tindakan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang terdekat, dalam hal ini ayah kandung korban. Tidak hanya merusak masa kecil korban, tindakan ini juga meninggalkan traumaterapanjang dan dampak psikologis yang mendalam bagi korban. Masyarakat harus lebih waspada dan peduli terhadap perlindungan anak serta menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang.