
Magelang Pos – Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh Thomas Trikasih Lembong atau yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, terkait dengan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada periode 2015-2016. Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 19 November 2024, Kejagung menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong sudah sah dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Rony Agustinus, perwakilan dari Kejagung, menyampaikan bahwa semua dalil yang diajukan oleh pihak pemohon dalam gugatan praperadilan tersebut adalah tidak benar. Oleh karena itu, Kejagung memohon agar hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong. Rony juga menegaskan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutuskan permohonan praperadilan tersebut, karena dianggap cacat formil dan tidak sesuai dengan objek kewenangan praperadilan. Sebagai penegasan, Kejagung meminta hakim untuk menolak permohonan praperadilan tersebut secara keseluruhan.
“Permohonan praperadilan nomor 113 tidak beralasan hukum dan menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya,” ujar Rony Agustinus dalam sidang yang disiarkan secara terbuka.
Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula yang melibatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada periode 2015-2016. Kejagung mengungkapkan bahwa pada Januari 2016, Tom Lembong, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, telah menandatangani surat penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) untuk mengimpor gula kristal mentah sebanyak 300.000 ton. PT PPI, yang seharusnya bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan stok gula nasional dan menstabilkan harga, bekerja sama dengan produsen gula domestik untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.
Namun, Kejagung menjelaskan bahwa seharusnya impor gula yang dilakukan adalah gula kristal putih, bukan gula kristal mentah. Dan, impor gula tersebut hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT PPI. Berdasarkan temuan Kejagung, Tom Lembong telah memberikan persetujuan untuk impor gula kristal mentah, yang diduga menguntungkan sejumlah pihak dengan melibatkan beberapa perusahaan swasta dalam proses impor tersebut.
Kejagung juga menjelaskan bahwa meskipun proses ini dilakukan dengan penandatanganan persetujuan impor oleh Tom Lembong, yang saat itu adalah pejabat pemerintah, importasi gula kristal mentah tersebut dinilai melanggar ketentuan yang ada. Oleh karena itu, Tom Lembong kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Saat ini, Tom Lembong ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba, Jakarta. Beberapa waktu lalu, Tom Lembong menulis surat dari balik jeruji besi yang menyentuh isu tentang keadilan dan kebenaran. Dalam surat tersebut, Tom Lembong menyampaikan keresahan dan perasaan tentang bagaimana proses hukum terhadap dirinya berlangsung. Dia mengungkapkan keyakinannya bahwa kasus yang menjerat dirinya tidak didasari oleh fakta yang sebenar-benarnya, dan meminta perhatian untuk mendapatkan keadilan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
Surat yang ditulis Tom Lembong dari dalam tahanan ini kemudian menjadi sorotan publik, karena banyak pihak yang merasa bahwa kasus ini perlu ditangani dengan transparansi dan keadilan yang lebih jelas. Meski demikian, Kejagung tetap berpegang pada penetapan tersangka tersebut dan menegaskan bahwa langkah hukum yang diambil sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta melalui proses yang sah.
Kasus korupsi impor gula ini bukanlah yang pertama kali melibatkan pejabat publik. Namun, dengan adanya gugatan praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong, kasus ini menjadi lebih kompleks dan menarik perhatian publik, terutama dalam hal bagaimana hukum ditegakkan terhadap pejabat negara yang diduga terlibat dalam tindakan korupsi. Saat ini, Kejagung berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prinsip keadilan yang sejati, tanpa ada intervensi yang merugikan proses peradilan itu sendiri.
Sidang praperadilan ini akan dilanjutkan dengan penyerahan barang bukti pada Rabu, 20 November 2024, dan diikuti dengan pemanggilan saksi ahli pada Kamis, 21 November 2024. Kejagung berharap proses hukum ini dapat memberikan kejelasan dan pembelajaran bagi semua pihak terkait dalam menjalankan tanggung jawab mereka sebagai pejabat publik.