
Magelang Pos – Dalam menghadapi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah 2024, isu netralitas pejabat daerah, Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri menjadi sorotan utama. Kelompok mahasiswa dari Universitas Maarif Nahdlatul Ulama (UNMU) Kebumen menyerukan pentingnya memastikan semua pihak yang terkait tetap netral demi menjaga kualitas demokrasi yang sehat. Hal ini semakin relevan mengingat Undang-Undang Pilkada terbaru memberikan sanksi pidana bagi pejabat yang terbukti terlibat dalam politik praktis.
Dalam sebuah diskusi yang digelar di Warung Angkringan Mukti, Bumirejo, Kebumen, Ajis Lukmanudin, seorang aktivis mahasiswa, mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama mahasiswa, untuk proaktif dalam melaporkan setiap dugaan pelanggaran. Menurut Ajis, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan adalah bagian penting dari upaya menjaga demokrasi.
“Menjaga demokrasi bisa dilakukan dengan menjadi pionir pengawasan dalam proses pilkada. Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengetok palu terkait aturan ini. Sekarang saatnya memberikan efek jera kepada yang melanggar. Sing penting wani lapor (yang penting berani melapor),” tegas Ajis pada Rabu (20/11).
Ajis menekankan bahwa keberanian untuk melaporkan pelanggaran merupakan langkah awal dalam menciptakan pilkada yang bersih. Ia juga berharap masyarakat, khususnya generasi muda, tidak takut untuk mengambil tindakan jika menemukan indikasi kecurangan.
Pernyataan Ajis mendapat dukungan dari Umam, mahasiswa lain yang turut hadir dalam diskusi tersebut. Menurut Umam, pengawasan pilkada bukan hanya tanggung jawab mahasiswa, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Ia menegaskan bahwa masyarakat harus menjadi “mata dan telinga” demi memastikan tidak ada kecurangan atau penyalahgunaan kekuasaan selama proses pilkada berlangsung.
“Kita semua harus aktif menjaga jalannya pilkada. Jangan sampai ada praktik curang atau abuse of power yang merugikan demokrasi. Semua pihak punya tanggung jawab untuk mengawasi,” kata Umam dengan nada penuh semangat.
Isu penyalahgunaan kekuasaan atau *abuse of power* juga menjadi perhatian dalam diskusi ini. Iman Nurudin, salah satu peserta, menyoroti bahwa praktik tersebut sering kali menjadi tantangan dalam pilkada. Menurutnya, pejabat yang seharusnya netral justru kerap menggunakan posisinya untuk memengaruhi hasil pemilihan.
“Abuse of power dalam pilkada bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai prinsip keadilan. Kalau ini dibiarkan, hasil pemilihan akan jauh dari kata adil. Karena itu, pengawasan dari masyarakat dan mahasiswa sangat penting,” ujar Iman.
Ia menambahkan bahwa regulasi yang ada harus diimplementasikan dengan tegas. Tidak hanya itu, keberanian masyarakat untuk melaporkan setiap pelanggaran juga menjadi kunci dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Diskusi yang berlangsung penuh semangat ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk menegaskan peran mereka sebagai pengawal demokrasi. Mereka sepakat bahwa pengawasan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dapat menciptakan proses pilkada yang adil dan transparan.
Undang-Undang Pilkada yang baru diharapkan mampu memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang mencoba melanggar aturan. Regulasi ini tidak hanya menekankan pentingnya netralitas, tetapi juga menggarisbawahi perlunya keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga proses demokrasi yang sehat.
Dengan regulasi yang semakin ketat dan peran aktif masyarakat, Pilgub Jateng 2024 diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat demokrasi. Mahasiswa, sebagai bagian dari generasi muda, diharapkan terus memimpin dalam upaya pengawasan ini. Langkah mereka menjadi contoh konkret bahwa demokrasi bukan hanya milik elite politik, tetapi juga milik seluruh rakyat yang peduli akan masa depan bangsa.