
Magelang Pos – Laporan Living Planet Report 2024 yang diterbitkan oleh World Wide Fund for Nature (WWF) mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan: populasi satwa liar global mengalami penurunan sebesar 73% selama periode 1970 hingga 2020. Penurunan ini tidak hanya mencerminkan kondisi alam secara global, tetapi juga menjadi indikator dari kesehatan planet kita, termasuk kondisi lingkungan di Indonesia.
Dalam diskusi yang berlangsung di Jakarta, CEO WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, menjelaskan bahwa laporan ini merupakan hasil kerja sama antara WWF dan Zoological Society of London (ZSL). Laporan ini didasarkan pada pemantauan terhadap 5.579 spesies vertebrata di 41.986 kantong populasi yang tersebar di seluruh dunia. Berdasarkan data tersebut, penurunan populasi satwa liar dalam kurun waktu 50 tahun sangat signifikan. Dari total populasi yang diteliti, rata-rata penurunan mencapai 73%, meskipun ada sebagian yang mengalami kenaikan atau stabilisasi, secara keseluruhan kondisi populasi satwa liar semakin menurun.
Aditya menekankan bahwa meskipun penurunan populasi ini merupakan informasi yang mencemaskan, ia juga berfungsi sebagai indikator dari kesehatan lingkungan dan planet kita secara keseluruhan. Penurunan yang paling mencolok terjadi pada spesies satwa air tawar, yang mengalami penurunan mencapai 85% dalam lima dekade terakhir. Sementara itu, populasi satwa terestrial mengalami penurunan 69%, dan satwa laut turun sekitar 56%.
Selain itu, laporan tersebut juga menunjukkan adanya perbedaan penurunan populasi satwa liar berdasarkan wilayah. Penurunan populasi paling drastis terjadi di Amerika Latin dan Karibia, yang turun hingga 95%. Sementara itu, di Afrika penurunan mencapai 76%, di Asia dan Pasifik 60%, di Amerika Utara 39%, dan di Eropa serta Asia Tengah turun sebesar 35%. Perbedaan ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam kondisi lingkungan di berbagai belahan dunia, dengan kawasan tertentu mengalami kerusakan ekosistem yang lebih parah.
Aditya menjelaskan bahwa penurunan besar pada spesies air tawar sangat erat kaitannya dengan pengembangan infrastruktur, yang menyebabkan polusi dan kerusakan habitat. Salah satu faktor utama dalam penurunan populasi adalah hilangnya habitat alami atau habitat loss. Fenomena ini juga terjadi di Indonesia, di mana habitat-habitat satwa liar semakin terfragmentasi dan banyak yang dikonversi untuk pembangunan infrastruktur. Hal ini membuat beberapa spesies terancam punah karena kehilangan tempat tinggal yang aman dan cukup untuk berkembang biak.
Selain masalah kerusakan habitat, Aditya juga menyebutkan eksploitasi berlebihan sebagai salah satu penyebab penurunan populasi satwa liar. Berbagai sektor, seperti perburuan liar, perdagangan satwa, dan kegiatan industri lainnya, memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan hidup spesies tertentu. Perubahan iklim juga menjadi faktor tambahan yang memperburuk kondisi, mengancam kelangsungan hidup spesies yang sudah rentan.
Di Indonesia, masalah serupa juga menjadi perhatian serius. Beberapa spesies, seperti anoa di Pulau Sulawesi, mengalami ancaman serius karena perburuan liar dan kerusakan habitat. Dampak perubahan iklim juga semakin terasa, mempengaruhi pola migrasi dan ketahanan hidup beberapa satwa.
Laporan WWF ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap keberlanjutan alam. Penurunan populasi satwa liar yang begitu drastis bukan hanya mencerminkan kehancuran ekosistem, tetapi juga memperingatkan kita tentang ancaman besar terhadap keseimbangan alam yang mendukung kehidupan manusia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus berupaya menjaga kelestarian alam, memperbaiki kebijakan konservasi, dan memastikan bahwa pembangunan yang kita lakukan tidak merusak ekosistem yang ada.