
Magelang Pos – Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil mengungkap jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menggunakan modus pengiriman tenaga kerja ilegal berkedok program magang ke Taiwan. Kasus ini mencuat setelah empat tersangka ditangkap di dua lokasi berbeda, yaitu Bandara Ngurah Rai, Bali, dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy, menjelaskan bahwa pengungkapan jaringan ini merupakan bagian dari upaya intensif pemberantasan TPPO di wilayah NTT. Sejak 20 Oktober hingga November 2024, Polda NTT telah berhasil mengungkap empat kasus serupa. “Satu kasus di Polres Sikka, satu kasus di Polres Ende, dan dua kasus lainnya langsung ditangani oleh Polda NTT,” ujarnya, Jumat (22/11).
Penangkapan pertama dilakukan terhadap tersangka berinisial VN di Bandara Ngurah Rai Bali pada 12 November 2024. VN ditangkap saat hendak memberangkatkan dua korban berinisial SSA dan AB ke Taiwan menggunakan modus program magang. Dalam aksinya, VN berperan sebagai pelaksana teknis perekrutan, pemberangkatan, dan pengurusan dokumen korban.
Selang beberapa hari, pada 19 November 2024, penyidik Unit TPPO berhasil menangkap tiga tersangka lainnya, yaitu RB, DWB, dan BA, di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Ketiganya memiliki peran penting dalam jaringan ini. RB adalah komisaris utama PT Mapan Jaya Sentosa, perusahaan yang menyediakan fasilitas operasional untuk proses pemberangkatan. Sementara itu, DWB bertugas memalsukan dokumen dan mengelola grup WhatsApp bernama “Cusia Education Center” yang digunakan untuk merekrut korban. BA, di sisi lain, bertanggung jawab memalsukan tanda tangan korban dalam pengajuan visa secara daring.
Menurut Dirkrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, modus yang digunakan para tersangka cukup terstruktur. Mereka menawarkan program magang ke Taiwan melalui grup WhatsApp tanpa adanya pelatihan bahasa, pengenalan budaya, atau kontrak kerja resmi. Para korban diarahkan untuk mengajukan visa secara online, sementara dokumen pendukung seperti tanda tangan dan persyaratan lainnya dipalsukan oleh para tersangka.
“Sepanjang tahun 2024, para tersangka telah mengirimkan sekitar 100 orang ke Taiwan. Dari setiap orang, mereka meraup keuntungan antara Rp10 juta hingga Rp15 juta,” ungkap Kombes Pol Patar. Keuntungan ini menjadi salah satu motif utama jaringan TPPO tersebut.
Dalam operasi ini, polisi mengamankan berbagai barang bukti, termasuk tiket pesawat, paspor korban, percakapan di aplikasi WhatsApp, token bank, serta rekening koran atas nama PT Mapan Jaya Sentosa. Barang bukti ini menguatkan dugaan keterlibatan para tersangka dalam jaringan TPPO.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 4, 10, dan 11 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman hukuman bagi para tersangka berkisar antara tiga hingga lima belas tahun penjara.
Pengungkapan kasus ini menyoroti bahaya TPPO yang terus berkembang dengan memanfaatkan celah hukum dan teknologi. Polda NTT berharap kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk berhati-hati terhadap tawaran kerja yang tidak jelas, terutama yang melibatkan prosedur tidak resmi. Kolaborasi lintas daerah dan lintas instansi diharapkan mampu memberantas jaringan perdagangan orang secara menyeluruh demi melindungi para pekerja migran Indonesia dari eksploitasi.